Selasa, 20 September 2011

Pentingnya Membumikan Budaya Baca

Pentingnya Membumikan Budaya Baca
indonesia-membacaBagaimana kita mengukur tinggi-rendah minat baca sebuah masyarakat? Bisakah kita menilai bahwa minat baca bangsa kita masih di bawah standar, sekadar merujuk hasil laporan pendidikan yang dikeluarkan World Bank menunjukkan minat baca siswa kelas VI Indonesia mencapai nilai 57,1 sementara di Singapura mencapai 74 dan Hongkong 75,5. Kiranya kurang relevan jika kita membandingkan minat baca antara Indonesia dan Singapura atau Hongkong. Akan tetapi, bukan berarti kita harus tetap membanggakan diri dengan rendahnya minat baca atau berdiam diri tanpa upaya meningkatkan minat baca masyarakat.
Temuan riset kualitatif tentang minat baca oleh Primanto Nugroho (2000) menyimpulkan bahwa duduk perkara minat baca ternyata bukan persoalan kalkulasi tinggi atau rendah. Minat baca lebih merupakan keadaan yang bervariasi sesuai dengan lokalitas masyarakat. Kepekaan dan variasi kebutuhan informasi di masyarakat itulah yang akan banyak menentukan kebermaknaan suatu bacaan. Dengan demikian pamrih meningkatkan budaya baca masyarakat adalah upaya memberikan kesadaran kepada mereka tentang betapa pentingnya informasi untuk setiap jenis pekerjaan.
Mendekatkan Buku
Demi meningkatkan budaya baca masyarakat dan demi memberikan kesadaran betapa pentingnya informasi itulah Harian Kedaulatan Rakyat, GPMB Propinsi DIY, Badan Perpustakaan Daerah Propinsi DIY, dan berbagai penggiat minat baca menggelar serangkaian acara perbukuan di Kabupaten Kulonprogo, 14-18 Mei 2008. Berbagai acara digelar untuk khalayak, mulai dari siswa sekolah dasar sampai  guru dan masyarakat umum. Acara pameran buku, mendongeng, bedah buku, sampai dengan lokakarya kepenulisan, semuanya berbasis membaca.
Pameran buku yang digelar di Kulonprogo kiranya menjadi salah satu kegiatan serupa yang acap digelar di Yogyakarta. Pun pernah digelar di Kabupaten Gunungkidul. Frekuensi pameran buku yang kian tinggi tampaknya menjadi penanda bahwa minat baca masyarakat DIY secara umum dari tahun ke tahun terus meningkat. Berdasarkan hasil survei AC Nielsen Media Research, tingkat minat baca masyarakat DIY pada 2007 ini meningkat 4,3% dibanding pada 2006. Peningkatan minat baca dapat dilihat pula pada survei yang dilakukan pada setiap pameran buku yang digelar di wilayah di DIY.
Pameran buku menjadi ajang pengenalan buku oleh penerbit kepada masyarakat. Tidak semua masyarakat memperoleh kemudahan untuk dapat mengunjungi toko buku, entah karena kelangkaan toko buku di berbagai daerah pinggiran, atau kesempatan yang tidak gampang ditemukan. Anak-anak kita pun butuh dimutakhirkan bacaannya. Berkait dengan bacaan anak-anak kita, ada pengalaman menarik saya dapatkan ketika terlibat dalam proses penjurian pemilihan Raja/Ratu Buku Siswa SD se-Propinsi DIY. Para siswa yang tinggal di perkotaan memperoleh bacaan yang selalu baru, sedangkan para siswa dari daerah yang jauh dari akses toko buku tentu bacaannya tidak pernah terbarui.
Kalaupun penerbit tetap berorientasi bisnis, toh ajang pameran buku menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk memperoleh bacaan yang murah. Bahkan, kalaupun masyarakat tidak mampu membelinya, dengan mengunjungi pameran, sekurang-kurangnya mengetahui berbagai buku dan sumber informasi yang mungkin suatu saat dibutuhkannya. Para orang tua di zaman kini kebanyakan tidak lagi membiasakan mendongeng untuk anak-anaknya. Akan tetapi, dongeng-dongeng yang memuat nilai-nilai atau keutamaan hidup sudah banyak dibukukan. Peran buku menjadi penting sebagai sulih para orang tua, dengan syarat mereka memfasilitasi anak-anaknya dengan buku-buku bacaan tersebut.

Peran Guru

Aktor penting di masyarakat yang mampu mendorong tumbuhnya minat baca adalah guru. Bahkan guru mempunyai efek ganda terhadap meningkatnya minat baca. Masyarakat umum dan masyarakat sekolah masih memperhitungkan kehadiran guru. Guru di manapun bertugas, entah di tengah perkotaan atau nun jauh di tengah masyarakat pedesaan, tetaplah perlu terus-menerus membarui informasi dan membarui pengetahuannya. Untuk konteks DIY, sejauh-jauhnya tempat guru bertugas, tetap masih terjangkau media massa yang memasok pemberitaan dan masih ada kesempatan untuk memperoleh sumber-sumber referensi mutakhir.
Lokakarya kepenulisan untuk para guru di Kulonprogo yang digelar dalam rangkaian pameran buku tersebut tentu tidak untuk menghadirkan trik, kiat, atau tips agar para guru serta-merta terampil menulis. Forum ini harus dipandang sebagai forum berbagi pengalaman, sekaligus untuk menghadirkan inspirasi menggeluti berbagai bacaan untuk menulis. Seorang pakar pendidikan menyebut bahwa menulis itu sama dengan membongkar tabungan yakni muatan ilmu yang telah kita baca. Kalaupun tidak untuk kepentingan menulis, mewajibkan diri untuk membaca terus-menerus penting artinya bagi para guru untuk mengaktualkan materi pelajaran.
Keteladanan para guru dalam hal membaca adalah sebentuk motivasi yang dihadirkan di tengah-tengah siswanya, selain juga mendorong atau menugasi siswa agar selalu membaca atau memanfaatkan bacaan yang tersedia di perpustakaan sekolah. Gurulah yang tahu dan mampu menunjukkan kepada siswa mengenai bacaan yang harus dibaca. Tantangan zaman mutakhir bagi para guru adalah menciptakan pembelajaran yang berbasis buku atau berbasis perpustakaan. Siswa perlu didorong untuk aktif mengeksplorasi konteks masyarakatnya dan mencerahkan dengan berbagai teori atau masukan dari sumber-sumber pustaka.

Upaya Membumikan

Berkait dengan menumbuhkan minat baca, bukan berarti memulai dari situasi yang sama sekali nihil. Betapa saya terharu ketika para perempuan bakulan di berbagai pasar, penarik becak, ataupun pengemudi angkutan apa saja, kerap saya jumpai sedang membaca koran di sela-sela pekerjaannya. Artinya, minat baca tidak sama dengan menggelontorkan berbagai bacaan yang tidak berkait dengan konteks kehidupannya sehari-hari. Dengan memperhitungkan konteks masyarakat itu pula dalam beberapa tahun terakhir, warga Kulonprogo banyak mengalami kemajuan minat baca. Di delapan puluh delapan desa dilakukan program koranisasi dan penyediaan dua mobil perpustakaan keliling milik Pemda. Upaya-upaya koranisasi yang berbentuk penyediaan koran yang dipajang di tempat-tempat strategis adalah sebentuk upaya membumikan minat baca.
Tingkat kebutuhan seseorang terhadap informasi sangat tergantung pada jenis pekerjaan yang dimiliki. Biarkan masyarakat memilih sendiri informasi yang dibutuhkan, sejauh fasilitas bacaan sudah didekatkan. Jika ditanyakan, mana yang harus lebih dahulu dilakukan antara menyediakan fasilitas bacaan atau menumbuhkan kebiasaan membaca? Saya akan memilih keduanya serempak bersama-sama. Sekali lagi, upaya pemerintah daerah beserta para penggiat minat baca hanyalah dilandasi pamrih yang sederhana, yakni menumbuhkan kesadaran kepada khalayak tentang betapa pentingnya informasi untuk setiap jenis pekerjaan. Semoga gayung bersambut!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar